Di Sukabumi, Jawa Barat, Kementerian Pertanian (Kementan) kini sedang mengembangkan potensi kemiri sunan di lahan bekas tambang. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Balitbangtan) Haryono mengatakan, pengembangan kemiri sunan merupakan produk alternatif untuk dijadikan biodiesel. "Kalau rendemannya 40 persen, kita bisa menghasilkan biodiesel enam sampai delapan ton per hektare," katanya di Sukabumi, Sabtu (15/12).
Penanaman kemiri pun tak harus membuka lahan baru, seperti halnya tanaman pangan. Dengan demikian, pengembangannya tidak akan menyisihkan posisi tanaman pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam satu tahun kemampuan produksi bibit mencapai 100 ribu per bulan, setara dengan 1,2 juta bibit per tahun. Lalu, dalam satu tahun hasil panen kemiri sunan mencapai 15 ton per hektare.
Selain di Sukabumi, Kementan juga melakukan penelitian mengenai potensi kemiri sunan di Bangka Belitung. Penelitian di sana menunjukkan, secara vegetatif terjadi pertumbuhan yang lebih baik. Haryono mengatakan, dibutuhkan program strategis untuk mengembangkan kemiri. "Programnya harus paralel, walaupun dijalankan untuk jangka menengah," katanya.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengatakan, pemerintah membutuhkan dukungan investor agar pengembangan BBN tidak macet. Untuk itu, dibutuhkan jaminan penyerapan kemiri sebagai biofuel. Mengembangkan kemiri sunan, dikatakan, bisa menjadi solusi menghadapi harga bahan bakar minyak (BBM) yang sedang tinggi. Apalagi, kemiri merupakan tumbuhan yang biji dan daunnya memberikan nilai tambah karena produktivitasnya yang bagus.
Kementan berkomitmen mendukung pengembangan komoditas perkebunan yang memberikan nilai tambah. Sejauh ini, kelapa sawit dikatakan yang paling memadai untuk menjadi biodiesel. Selain produksinya melimpah, kelapa sawit produk Indonesia sudah diekspor ke berbagai belahan dunia.
Rusman pun berharap, kementerian lainnya bisa mendukung upaya pengembangan kemiri ini. Kementerian Keuangan, misalnya, dapat berkontribusi terkait pajak ekspor biodiesel. Ia pun mengundang para investor berbasis tambang untuk memanfaatkan potensi lokal ini. "Daripada impor BBM, sementara ada lahan terbengkalai yang bisa dimanfaatkan untuk lapanagan kerja sekaligus memperbaiki neraca perdangangan kita," katanya.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan, produksi biodiesel kelapa sawit mencapai 100 ribu barel per hari. Tahun depan, diharapkan biodiesel kelapa sawit sudah bisa digunakan. "Satu-satunya jalan mengurangi impor BBM adalah dengan mengurangi pemakaian, salah satu caranya dengan mengganti solar dengan biodiesel," katanya.
Sumber:Republika
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone