Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilu mengakui pihaknya kesulitan mengawasi proses pemilu yang diselenggarakan di luar negeri.
Pernyataan tersebut diungkapkan Anggota Bawaslu Daniel Zuchron karena minimnya jangkauan dan dana pengawasan yang diterima untuk pelaksanaan pemilu di luar negeri.
"Dari 130 perwakilan, kami hanya masuki 29 perwakilan di luar negeri karena kami hanya bisa akses (tempat dengan) perwakilan di atas 5.000 pemilih," kata Daniel dalam seminar publik bertajuk "Apa Kabar Daftar Pemilih" di Jakarta, Selasa.
Selain itu, ruang lingkup serta dana pengawasan yang minim juga dinilai sebagai faktor lain yang menyulitkan kinerja badan pengawas itu dalam tugasnya.
Pemungutan suara dengan metode "dropbox" yang kemudian dikirim melalui pos, lanjut Daniel, juga menambah kesulitan pengawasan Bawaslu.
"PPLN (Panitia Pemilihan Luar Negeri) dan KPPLN (Kelompok Penyelenggara Pemilu Luar Negeri) mengaku kesulitan karena dropbox dan pos itu rawan modus manipulasi. Potensi curangnya tinggi," ujarnya.
Di tengah potensi kecurangan yang tinggi itu, Daniel mengaku pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena tidak bisa melewati jangkauan pengawasan yang sudah ditentukan.
"Bawaslu tidak bisa lebih jauh dari (jangkauan) KBRI dan KJRI, makanya kami berharap banyak pada PPLN ini. Bahkan, karena jarangnya posko pemenangan di luar negeri, kalau mau menangkan pemilu di luar negeri harus dekati orang PPLN ini," katanya.
Kendati demikian, proses pengawasan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri dinilai lebih harmonis karena panitia penyelenggara dan pengurus partai biasanya bekerja dalam satu tempat.
Kondisi tersebut berbeda dengan yang terjadi di tanah air di mana ada pihak yang mengawasi dan diawasi.
"Makanya, inilah keuntungan situasi di luar negeri, pendekatan mereka lebih harmonis, tidak seperti di sini yang menggunakan pendekatan konflik," katanya.
Sumber:Antara
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone