"Mengatasi banjir dengan konsep Zero Runoff System (ZROS) atau sistem limpasan air di satu kawasan ditemukan sejak tahun 2008," ujar Prof Budi di Bogor, Kamis.
Prof Budi menjelaskan, ZROS bertujuan untuk meminimalkan limpasan air permukaan dan genangan air di satu kawasan sampai hilang seketika setelah hujan berhenti.
Caranya, yaitu dengan mengurangi arus air masuk dari sebelah hulu, menyerapkan air hujan masuk ke dalam tanah dan mencegah limpasan air permukaan keluar dari kawasan tersebut.
"Inti dari ZROS adalah bagaimanan menyerapkan air hujan sebanyak mungkin ke dalam lapisan tanah secara terdistribusi melalui garis-garis air yang dikonstruksi di dalam kawasan tersebut," ujar Prof Budi.
Pada gari-gari air tersebut, lanjut Prof Budi, dalam interval tertentu, dikonstruksi lubang-lubang resapan yang dimensi dan jumlahnya ditentukan berdasarkan persamaan neraca air.
Menurutnya, ZROS telah diterapkan, antara lain di perkebunan belimbing di Depok. Dimana, selain masalah banjir teratasi, produksi belimbing tahunan semakin meningkat karena menjadi lebih lembab pada saat musim kemarau.
Baru-baru ini, lanjut Prof Budi, ZROS juga telah dikonstruksi di perkebunan pala di Aceh dan pemukiman penduduk DAS Cidanau, Serang Banten.
"Saat ini, ZROS dalam tahap perencanaan di Kampus IPB Dramaga, yang ternyata juga mempunyai masalah lipasan air permukaan," ujar Prof Budi.
Selanjutnya, kata Prof Budi, secara bertahap ZROS akan dikembangkan lebih luas lagi ke berbagai kawasan yang mempunyai permasalahan banjir, genagan air, limpasan permukaan, erosi tanah, termasuk untuk memanen air hujan di areal pertanian lahan kering, misalnya di wilayah Timur Indonesia.
Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian IPB ini menyebutkan, secara ekonomi, penerapan konsep ZROS jauh lebih ekonomis dan efisien untuk mengatasi banjir di Jakarta dari pada membangun waduk berukuran besar.
Ia menjelaskan, banjir yang setiap tahun melanda ibu kota dan juga kota-kota lainnya menimbulkan permasalahan multidimensi. Pada umumnya, penyebab banjir di suatu wilayah sudah lama diketahui.
"Diantaranya, curah hujan yang berintensitas tinggi yang tidak mampu dihalau melalui saluran drainase yang ada sehingga terjadi genangan," ujarnya.
Pada kasus akut, genangan air semakin bertambah tinggi dengan masuknya aliran air dari daerah hulu dan keterbatasan kemampuan lahan dalam mersepakn air.
Di daerah landai, lanjutnya, pasang air akan semakin mempersulit proses pengaliran air ke arah laut sehingga wilayah banjir seolah-olah terkepung arus air dari sebelah hulu maupun hilir.
"Karena itu, tindakan mencegah banjir tidak cukup hanya dilakukan di wilayah banjirnya saja, tetapi juga harus menjangkau semua faktor penyebabnya," ujar Prof Budi.
Terkait rencana pembangunan waduk Ciawi untuk mengatasi banjir Jakarta, Prof Budi berpendapat bahwa upaya tersebut hanya akan menyebabkan pemborosan saja, baik dari segi anggaran maupun segi lingkungannya.
Menurut dia, besarnya kendala yang dihadapi untuk membangun waduk raksasa tersebut menjadi hambatan sehingga pembangunan tidak terwujut meski telah lama diwacanakan.
"ZROS tidak memerlukan biaya besar, hanya perlu komitmen pemerintah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat membuat konsep ini. Tidak perlu lahan besar, cukup dengan areal belakang rumah warga untuk membuat zona Runoff system ini di sepanjang kawasan Puncak," ujarnya.
Prof Budi menambahkan, permasalahan banjir telah menimbulkan berbagai masalah multidimensi, jika tidak cepat ditangani akan mengeluarkan biaya besar untuk penanganannya. Dengan pencegahan yang ramah lingkungan, dapat membantu pemerintah menghemat anggaran keuangan negara yang ditimbulkan oleh banjir.
Sumber: Antara
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone