"Kami menentang rencana pembangunan permukiman di Tepi Barat. Kami akan tetap menentang ini tanpa melihat ada atau tidaknya pemerintahan baru Palestina," kata Shapiro.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Marie Harf, mengatakan langkah Israel tersebut melanggar hukum. Marie menilai langkah Israel tidak membantu untuk menciptakan hasil two state solution. Pihaknya tetap menganggap pendudukan tersebut melanggar hukum dan mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri. Sangat sulit memahami bagaimana pendudukan ini bisa menciptakan perdamaian.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Inggris dan Uni Eropa. Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague menyatakan rasa penyesalannya atas langkah Israel yang akan merampas tanah Palestina. Ia menilai pendudukan itu illegal dalam hukum internasional dan dapat menghalangi upaya perdamaian yang berdasarkan two state solution.
Uni Eropa pun juga menyatakan rasa kekecewaannya dalam sebuah pernyataannnya. Mereka mengatakan langkah yang diambil Israel sangatlah tak membantu untuk mencapai perdamaian. "Kami menyerukan otoritas Israel untuk menarik keputusan ini," katanya.
Kebanyakan negara menganggap pendudukan Israel yang dilakukan di wilayah Palestina pada 1967 itu illegal. Israel sebelumnya mengumumkan dua rencananya untuk membangun permukiman pada Kamis kemarin.
Rencana pertamanya yakni membangun 1.800 rumah dan rencana keduanya membangun 1.500 rumah. Permukiman baru tersebut akan dibangun di wilayah yang diduduki di Tepi Barat dan Yerussalem Timur.
Menteri Perumahan Israel, Uri Ariel, menyebut pengumuman pembangunan tersebut merupakan langkah yang tepat sebagai respon pembentukan kabinet baru Palestina. Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya telah menyatakan rasa frustasi dan kecewa atas keputusan AS, sekutu utama Israel, yang mendukung pemerintahan baru Palestina.
Menanggapi langkah itu, Kepala negosiasi Sa'eb Erekat mengatakan warga Palestina keberatan atas rencana Israel. Mereka pun menyebutnya sebagai langkah eskalasi baru dari negara Zionis.
Sumber: Republika
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone