JAKARTA -- Pernyataan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia
Burhanuddin Muhtadi yang menyatakan hasil surveinya yang paling benar
dan jika berbeda dengan hasil KPU maka KPU yang salah dinilai tidak
tepat. Burhanuddin telah merusak upaya KPU yang telah bersusah payah
membangun kepercayaan di hadapan masyarakat.
"Pernyataan Burhanuddin itu merusak KPU, KPU kan sudah bersusah payah
membangun kepercayaan. Kalau gitu bubarkan saja KPU, biar saja
penyelenggara pemilunya adalah lembaga survei," sindir Pengamat Politik
Pangi Syarwi Chaniago kepada Republika, Jumat (11/7) pagi.
Menurut Pangi, bagaimanapun KPU adalah lembaga resmi yang
menyelenggarakan pemilu dan pilpres. Hasil penghitungan suara yang
dilakukan KPU merupakan yang sah dan diakui negara. KPU merupakan
lembaga negara yang independen dan tidak bisa diintervensi oleh
siapapun.
Seperti diketahui, berbicara kepada sejumlah media, Burhanuddin
Muhtadi, yakin benar dengan hasil hitung cepat yang dilakukan
lembaganya. Indikator menunjukkan kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
dengan 52,95 persen, sementara Prabowo-Hatta hanya mendapat 47,05
persen. Terlebih lagi, lanjut dia, banyak lembaga survei lain seperti
Indikator, SMRC, dan Cyrus yang juga menunjukkan hasil serupa.
"Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan
lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil
hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan di Jakarta, Kamis (10/7).
Menurut Pangi, pernyataan Burhanuddin itu justru bisa memicu konflik.
Karena, jika memang ternyata hasil penghitungan nyata KPU memenangkan
Prabowo-Hatta, pendukung Jokowi-JK yang sudah telanjur mempercayai
Burhanuddin akan marah dan menganggap KPU telah curang. "Sehingga ini
bisa memicu konflik dan kekrisuhan politik," kata Pangi yang merupakan
staf pengajar di FISIP UIN Syarif Hidayatullah tersebut.
Padahal, jika dihitung dari hasil quick count lembaga survey yang
memenangkan Jokowi-JK, termasuk Indikator Politik Indonesia yang
dipimpin Burhanuddin, Pangi justru meragukan hasil tersebut. Karena,
dengan tingkat kesalahan atau margin error satu persen, tidak mungkin
jika masing-masing lembaga berbeda dan terpaut jauh dalam menghitung
hasil quick count tersebut.
"Saya meragukan quick count yang memenangkan Jokowi seperti LSI,
CSIS-Cyrus Newtwork, SMRC, Litbang Kompas, Indikator Politik dan RRI.
Masing-masing selisih menurut quick count tersebut, Prabowo-Hatta
memperoleh kisaran 48 persen dan Jokowi-JK meraih 52 persen," kata
Pangi.
Namun, Pangi lebih mempercayai salah satu lembaga survey yang
memenangkan Jokowi-JK lainnya, yakni Populi Center di mana hasil quick
qount menunjukkan perbedaan tipis. Yakni, pasangan nomor urut satu
Prabowo-Hatta meraih 49,06 persen dan Jokowi-JK 50,94 persen.
"Selisihnya tidak terlalu jauh alias tipis satu persen. Nah, yang
jadi pertanyaan retorisnya kenapa hasilnya bisa terpaut jauh antara
Populi Center dan lembaga-lembaga yang memenangkan Jokowi-JK lainnya,"
kata Pangi.
Sumber: Republika