Manula itu biasa dipanggil Abah. Ia bukannya menentang penghancuran sarang maksiat tersebut, tapi ia bimbang lantaran sudah kadung menggantungkan hidup dari menjual nasi dan lauk pauk di sekitar tempat prostitusi tersebut. Sebab, diakui Abah, pelanggannya kebanyakan adalah pengunjung rumah prostitusi tersebut.
Ditemui ROL, Kamis (27/2), di warung miliknya, pria yang mengaku sudah empat dasawarsa tinggal di lokasi tersebut berbagi cerita. Jarak warung Abah dengan rumah prostitusi sekitar 100 meter. "Saya tinggal di sini sudah 40 tahun dan sejak saat itu sudah ada rumah prostitusi ini," ujar Abah.
Abah mempertanyakan bagaimana nasib warung-warung di sekitar rumah-rumah prostitusi tersebut. "Aman ya aman karena tidak ada tempat prostitusi lagi, tapi bagaimana dengan warung kami. Jadinya, enak tak enak," ucap dia.
"Kami di sini banyak tak kerja kantoran, rata-rata di sini pedagang. Ya, dagang nasi, air mineral, makanan kecil, sampai rokok. Jika tidak ada tempat prostitusi itu, warung kami jadi sepi pembeli."
Abah menyatakan, puluhan rumah prostitusi di Cileungsi dibangun setelah rumah prostitusi di Citeurep, Bogor, digusur. Warga sekitar, kata Abah, menyebut puluhan rumah prostitusi tersebut sebagai Rumah Panjang. Abah menyebut, mulai Pangkalan 8 sampai Pangkalan 12 terkenal sebagai "desa" prostitusi. "Kebanyakan pekerjanya pun sudah turun-temurun dari keluarga mereka sendiri," kata Abah mengungkapkan.
Tidak hanya warung-warung kecil seperti milik Abah yang menggantungkan hidup kepada pelanggan bisnis lendir tersebut, puluhan kontrakan di sekitar rumah-rumah prostitusi itu juga meraup laba besar jika menyewakan rumah kontrakannya kepada kupu-kupu malam. Sebab, uang sewa bakal lebih besar jika rumah kontrakan ditempati PSK. Terjadinya simbiosis mutualisme itu membuat Desa Limusnunggal bak kampung prostitusi.
"Seharusnya, para warga sekitar yang lebih peka. Hati-hati dan selektif dalam memilih penyewa tempat tinggal yang tidak menyebabkan keresahan warga yang lainnya," ujar Adi Heryana Sekeratis Camat Kecamatan Cileungsi saat ditemui ROL di kantornya, Jumat (28/2).
Adi mengungkapkan, pascapembongkaran pihaknya bakal membangun pos-pos penjagaan di setiap gang. Nantinya, Desa Limusnunggal akan diubah menjadi tempat menimba ilmu agama dengan membangun Gedung Islamic Centre.
Fitri (23), warga Desa Limusnunggal, mengatakan, rumah-rumah prostitusi itu secara langsung berdampak buruk kepada pendidikan dan pergaulan anak-anak di wilayahnya. Tak sedikit anak-anak di bawah umur yang merokok dan memakai rok mini. "Yah, tapi bagaimana lagi. Walaupun sudah digusur, paling seminggu kemudian beroperasi kembali tuh para bunga-bunga itu. Bahkan, tak sampai seminggu mungkin," kata ibu dua anak itu.
Diungkapkan Fitri, Rumah Panjang sudah sering digusur. Tapi, tak lama bakal dibangun lagi. Bahkan, Fitri menyebut, setiap habis digusur PSK bakal bertambah banyak. Karenanya, ia pesimistis penggusuran itu benar-benar menghilangkan tempat prostitusi di kampungnya.
Sumber:Republika
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone