Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyindir iklan-iklan politik para
calon presiden. Ia beranggapan, beberapa iklan tersebut berlebihan.
Bahkan di matanya, beberapa tokoh mengubah total penampilannya demi
mendapatkan hati rakyat.
"Saya menyimak, misalnya, seorang
tokoh yang punya niat berkompetisi lantas penampilannya diubah total.
Pakaiannya dibikin "sangat biasa" - dalam arti malah tidak wajar.
Barangkali ingin memberikan kesan kepada rakyat bahwa dia adalah orang
yang sangat sederhaana. Tidak bermewah-mewah," tulisnya di halaman 378
buku 'Selalu Ada Pilihan'
Bukan cuma penampilan, Presiden SBY juga menyinggung tokoh yang
menggunakan kendaraan Kijang. Hal itu untuk mengesankan dirinya sebagai
tokoh yang merakyat dan bukan orang kaya.
Masih dalam bukunya,
Presiden SBY juga menjabarkan ada pula tokoh yang sejak musim prapemilu
lebih memilih untuk selalu bertemu rakyat. Bahkan menghindar untuk
bertemu dengan pejabat-pejabat negara. Ia ingin membangun citra sebagai
tokoh yang amat dekat dengan rakyat. Hidup bersama rakyat. Dia tidak
termasuk kaum elite dan bahkan dibikin sebagai orang yang tidak menyukai
kaum elit itu.
"Sebenarnya, semua penampilan dan pembawaan diri
seperti itu sah adanya. Tidak ada yang melarang. Cuma, sekali lagi,
jika berlebihan justru Anda dianggap sebagai orang yang pandai
bersandiwara. Segala apa yang Anda pakai dan lakukan dicurigai sebagai
pencitraan. Atau mungkin hanya sekadar menjalankan nasihat dan skenario
tim pencitraan Anda," tulis SBY.
Ia memberikan saran, agar
iklan-iklan yang dipertontonkan jangan terlalu berjarak dengan karakter
dan kehidupan sehari-hari. Kalau itu terjadi, lanjutnya, masyarakat
mudah dan cepat mengetahuinya. Menurut SBY, masyarakat jeli dan cerdas
untuk mengetahui realitas kehidupan tokoh tersebut berbeda dengan yang
ada dalam ilman.
"Misalnya, maaf, Anda termasuk sosok yang
kurang senyum dan "dingin", tiba-tiba dalam iklan menjadi sangat ramah
dan menebar senyum dan sapa kemana-mana. Atau Anda diketahui oleh publik
sebagai jarang bersama-sama keluarga bahkan dinilai agak berjarak,
tiba-tiba dalam iklan begitu rukun dan akrabnya. Di manapun. Atau juga
masyarakat mengetahui bahwa Anda tiddak terlalu dekat dengan rakyat
kecil, tiba-tiba dalam iklan begitu merakyatnya. Begitu dekatnya dengan
mereka semua. Atau kalau rakyat tidak pernah melihat Anda pergi ke
warung-warung, ke sawah-sawah, ke desa-desa, dan juga ke pasar-pasar,
tiba-tiba iklan Anda penuh dengan adegan seperti itu, rakyat akan
tertawa. Jangan lupa, kalau perbedaan itu begitu besarnya, rakyat akan
selalu ingat. Kalau memori itu dibawa terus hingga saat pencoblosan,
atau hari pemungutan suara, Anda akan sangat dirugikan," tulisnya.
Menurutnya,
masih ada waktu untuk koreksi. Sebab, menurutnya, cinta. Dan peduli
sama rakyat itu tidak harus berpura-pura menjadi rakyat kecil.
Berpura-pura hidup serba susah. Yang ingin diketahui rakyat apakah
pemimpinnya memikirkan kehidupan rakyat dan kesejahteraan mereka. Tidak
cukup berpenampilan sebagai orang miskin atau berpura-pura menjadi
oraang miskin. Apalagi jika rakyat tahu sebenarnya tokoh tersebut adalah
orang berduit.
"Dalam kaitan ini, jika dalam rangkaian kampanye
pemilihan umum mendatang ada seorang kandidat yang menggunakan busana,
berpenampilan fisik dan bergaya seperti tokoh besar yang diidolakaan,
termasuk nada suara dan nada bicaranaya, saya khaawatir, maaf, kalau
kandidat bersangkutan akan kalah. Saya khawatir justru rakyat tidak
memilihnya," katanya.
Kuncinya, lanjut SBY, adalah jangan berlebihan.
Sumber: Republika