Ramadhan tahun ini terasa jauh lebih berat bagi seluruh warga Gaza. Di tengah situasi perang yang berkecamuk, sebagai muslim yang taat mereka terus mencoba menjalani puasa dengan sebaik mungkin. Selain harus menahan rasa haus dan lapar, kesulitan ekonomi yang mereka alami membuat kondisi ini semakin buruk.
Suasana pada Ramadhan tahun ini juga terlihat jauh berbeda. Hal ini seperti yang terlihat pada sebuah pasar yang berada dekat dengan kamp pengungsi Jabaliya. Pasar yang biasanya ramai saat bulan Ramadhan, terutama di hari Jumat, saat ini terlihat sepi.
Banyak toko-toko di pasar tersebut yang terlihat ditutup. Tidak hanya akibat takut untuk melangkah keluar dari rumah, banyak warga Gaza yang mengalami kesulitan ekonomi, terutama sejak Mesir menutup terowongan di perbatasan.
Penutupan terowongan membuat pemerintah daerah di Gaza yang dijalankan oleh Hamas tidak dapat menjalani bisnis, yang menyumbang banyak pendapatan mereka selama ini. Hamas bahkan kehabisan uang tunai untuk membayar gaji karyawan-karyawan mereka, yang membuat krisis ekonomi di wilayah itu hingga saat ini.
Permasalahan perbankan yang ada di gaza juga membuat banyak warga kesulitan untuk memiliki uang pegangan untuk dibelanjakan. Selama bulan Ramadhan, simpanan uang dalam bentuk tunai sangat dibutuhkan untuk membeli berbagai kebutuhan, terutama makanan.
Kondisi diperkirakan semakin memburuk dengan srangan darat yang diluncurkan Israel, Ahad (17/7). Serangan darat pertama sejak Israel mengintesifkan operasi di Gaza. Serangan yang bertujuan untuk memukul mundur kekuatan Hamas di wilayah itu, telah membuat warga sipil terus berjatuhan menjadi korban.
"Ramadhan biasanya membawa hal yang baik, namun perang ini menyebabkan rasa takut yang luar biasa bagi kami, terutama saat akan melangkah keluar dari rumah," ujar Muhammad Ahmad, warga Gaza yang berprofesi sebagai penjual buah, dilansir New York Times, Sabtu (12/7).
Ahmad menyebutkan, sejak perang semakin berkecamuk di Gaza, usaha menjual buah yang ia tekuni mengalami penurunan drastis. Pada Jumat (15/7) lalu, ia hanya mendapat sekitar 50 shekel (mata uang Israel) pada penjualannya di hari itu. Biasanya, saat bulan Ramadhan, terutama di hari Jumat, Ahmad bisa mendapat hingga 1000 shekel, dari hasil penjualan buahnya.
Keengganan untuk menghabiskan waktu di tempat-tempat umum saat ini sangat dirasakan oleh rakyat Gaza. Mereka terus dihinggapi rasa kecemasan akan serangan Israel yang dapat mengenai mereka, kapan pun dan dimanapun.
Hingga saat ini, PBB mencatat lebih dari 100 warga Palestina tewas akibat serangan intensif Israel. Serangan yang dilakukan untuk membalas roket yang diterbangkan oleh Hamas ini, jauh lebih besar dari apa yang seharusnya. Hingga saat ini, tidak ada kerusakan maupun korban yang dilaporkan timbul karena kiriman roket dari Hamas.
Anak-anak yang seharusnya menjadi subjek yang dilindungi dalam sebuah perang, terus berjatuhan di Gaza. Seorang anak perempuan berusia tujuh tahun terluka parah akibat pecahan peluru yang menempel di sekujur tubuhnya sesaat setelah serangan udara yang diluncurkan Israel terjadi. Gadis kecil itu dibawa ke Rumah Sakit Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza akibat luka yang ia derita sangat parah.
Sumber: Republika
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone